plaksanaan pemilu di indonesia
Oleh:
alga fargiansah
alga fargiansah
30112623
2db05
UNIVERSITAS GUNADARMA
2014
A. Pendahuluan
Pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali sebagai sarana untuk
memilih calon wakil rakyat maupun calon presiden. Pemilihan Umum merupakan
sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat sebagai wujud keikutsertaan seluruh
rakyat Indonesia dalam penyelenggaraan Pemerintahan Negara berdasarkan
Undang-Undang Dasar 1945.
Sepanjang perjalanan sejarah, bangsa Indonesia telah melaksanakan
Pemilihan Umum sebanyak 9 (sembilan) kali dengan rincian 1 (satu) kali pada Era
Orde Lama, 6 (enam) kali pada Era Orde
Baru dan 2 (dua) kali pada Era Reformasi.
Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2004 sangat berbeda bila dibandingkan
dengan penyelenggaraan Pemilu sebelumnya. Perbedaan dimaksud antara lain pada
Penyelenggara pada Pemilu yang lalu penyelenggara disebut PPD (Panitia
Pemilihan Daerah) merupakan gabungan dari Parpol yang ada serta perwakilan dari
unsur Pemerintah dan bersifat sementara, sedangkan pada penyelenggaraan Pemilu
tahun 2004 sebagai Penyelenggara adalah Komisi Pemilihan Umum dengan jumlah personil
5 (lima) orang melalui seleksi secara berjenjang, memiliki masa kerja 5 (lima)
tahun bersifat Nasional, tetap dan mandiri.
Disisi lain pada Pemilu
sebelumnya hanya memilih Calon Legislatif tetapi pada Pemilu sekarang temasuk
memilih Calon Dewan Perwakilan Daerah (DPD) serta sekaligus memilih Presiden
dan Wakil Presiden. Dalam melaksanakan
tugas Komisi Pemilihan Umum Kota kuningan berpedoman pada Program, Tahapan dan
Jadwal Waktu Penyelenggaraan Pemilu yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum
Pusat. Secara umum seluruh rangkaian penyelenggaraan Pemilu di Kota Yogyakarta
dapat berjalan lancar, masalah-masalah yang timbul sebagai perkembangan
dinamika dalam setiap penyelenggaraan kegiatan dapat diselesaikan secara baik
dengan mengedepankan langkah koordinasi dengan semua pihak terkait.
Bagi instansi setiap selesai melaksanakan kegiatan mempunyai
kewajiban membuat laporan pertanggungjawaban tentang pelaksanaan kegiatan, hal
itu pun berlaku bagi Komisi Pemilihan
Umum Kota kuningan. Agar setiap kegiatan yang diselenggarakan dapat berdaya dan
berhasil guna, transparan Komisi Pemilihan Umum Kota Semaramg selalu berupaya
menjalin komunikasi, koordinasi dengan semua pihak yang terkait sehingga semua
kegiatan dapat terlaksana sesuai jadwal yang telah ditetapkan.
B. SISTEM PEMILIHAN UMUM 2014
1. Pemilihan Umum Anggota
DPR, DPRD Propinsi, DPRD Kabupaten
1.1 Pencalonan
Seorang bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupaten/Kota harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a.
Warga Negara Indonesia yang berumur 21 (dua
puluh satu tahun atau lebih).
Bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
Yang dimaksud bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam arti taat menjalankan kewajiban agamanya.
Berdomisili di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Cakap berbicara, membaca
dan menulis dalam Bahasa Indonesia.
- Persyaratan
ini tidak bermaksud untuk membatasi hak politik warga negara penyandang
cacat yang memiliki kemampuan untuk melakukan tugasnya sebagai anggota
DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
- Berpendidikan
paling rendah Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah
Menegah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan, atau bentuk lain yang
sederajat.
- Setia
kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945.
- Yang
dimaksud setia dalam hal ini dibuktikan dengan surat pernyataan dari calon
anggota DPR dan DPRD yang bersangkutan dengan diketahui oleh Pimpinan
Partai Politik sesuai tingkatannya.
- Tidak
pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.
- Sehat
jasmani dan Rohani
- Sehat
jasmani dan rohani dibuktikan dengan surat keterangan dari tim penguji
kesehatan yang ditunjuk oleh KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
- Terdaftar
sebagai pemilih.
- Bersedia bekerja sepenuh waktu.
- Mengundurkan
diri sebagai Pegawai Negeri Sipil, anggota Tentara Nasional, anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia, pengurus pada BUMN/BUMD, serta badan
lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara, yang dinyatakan
dengan surat pengunduran diri dan tidak dapat ditarik kembali.
- Bersedia
untuk tidak berpraktik sebagai Akuntan Publik, Advokat/Pengacara, Notaris,
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan tidak melakukan pekerjaan penyedia
barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara, serta pekerjaan
lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang,
dan hak sebagai anggota DPR. DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, sesuai
peraturan perundang-undangan.
- Menjadi
anggota Partai Politik peserta Pemilu.
- Dicalonkan
hanya di 1 (satu) Lembaga Perwakilan.
- Dicalonkan
hanya di 1 (satu) Daerah Pemilihan.
Untuk membuktikan persyaratan tersebut di atas,
seorang bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota
memerlukan kelengkapan administrasi yang terdiri dari :
a.
Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan atau Akte
Kelahiran Warga Negara Indonesia.
b.
Bukti kelulusan berupa fotokopi ijazah, sajadah,
sertifikat, atau surat keterangan lain yang dilegalisasi oleh satuan pendidikan
atau program pendidikan menengah.
c.
Surat keterangan tidak tersangkut perkara pidana
dari Kepolisian Negara R.I setempat.
d.
Surat keterangan berbadan sehat jasmani dan
rohani.
e.
Surat tanda bukti sudah terdaftar sebagai
pemilih.
f.
Surat pernyataan tentang kesediaan untuk bekerja
sepenuh waktu yang ditandatangani di atas kertas bermaterai cukup.
g.
Surat pernyataan kesediaan tidak berpraktik
sebagai Akuntan Publik, Konsultan, Advokat/Pengacara, Notaris, Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT) dan tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa, yang
berhubungan dengan keuangan negara, serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan
konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPR, DPRD
Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, yang ditandatangani di atas kertas
bermaterai cukup.
h.
Surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali
sebagai Pegawai Negeri Sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota
Kepolisian republik Indonesia, pegawai pada BUMN/BUMD, serta badan lain yang
anggarannya bersumber dari keuangan negara.
i.
Kartu Tanda Anggota Partai Politik peserta Pemilu.
j.
Surat pernyataan tentang kesediaan hanya
dicalonkan oleh 1 (satu) Partai Politik untuk 1 (satu) Lembaga Perwakilan yang
ditandatangani di atas kertas bermaterai cukup.
k.
Surat pernyataan tentang kesediaan hanya
dicalonkan oleh 1 (satu) Daerah Pemilihan, yang ditandatangani diatas kertas
bermaterai cukup.
Tata Cara Pengajuan Bakal Calon dan
Calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota
Proses penetapan bakal calon anggota DPR, DPRD
Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, dimulai seleksi internal Partai Politik
Pemilu. Seleksi ini dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan
mekanisme internal Partai Politik yang bersangkutan. Berdasarkan hasil seleksi,
Partai Politik peserta Pemilu yang bersangkutan menyusun daftar bakal calon.
Daftar bakal calon anggota DPR ditetapkan oleh Pengurus Pusat Partai Politik
yang bersangkutan, sedangkan daftar bakal calon anggota DPRD Provinsi
ditetapkan oleh Pengurus Partai Politik peserta Pemilu tingkat Provinsi, dan
daftar bakal calon anggota DPRD Kabupaten/Kota, ditetapkan oleh Pengurus Partai
Politik peserta Pemili tingkat Kabupaten/Kota.
Dalam daftar bakal calon tersebut, memuat paling
sedikit 30% (tiga puluh perseratus) perwakilan perempuan. Setiap 3 (tiga) orang
bakal calon, terdapat sekurang-kurangnya 1 (satu) orang calon perempuan. Yang
dimaksud Pengurus Pusat Partai Politik, adalah Ketua Dewan Pimpinan Pusat
Partai Politik atau nama lain, sedangkan yang dimaksud Pengurus Partai Politik
tingkat provinsi, adalah Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Politik tingkat
provinsi atau nama lain, dan yang dimaksud dengan Pengurus Partai Politik
tingkat kabupaten/kota, adalah Ketua Dewan Pimpinan Partai Politik tingkat
kabupaten/kota, atau nama lain. Daftar bakal calon dimaksud , dapat memuat
sebanyak-banyaknya 120% (seratus dua puluh perseratus) dari jumlah kursi setiap
Daerah Pemilihan.
Daftar bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupaten/Kota dimaksud diajukan kepada:
1. KPU untuk daftar calon anggota DPR yang ditandatangani oleh Ketua
Umum dan Sekretaris Jenderal atau sebutan lain.
2. KPU Provinsi untuk daftar calon anggota DPRD Provinsi yang
ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris atau sebutan lain.
3. KPU Kabupaten/Kota untuk daftar bakal calon anggota DPRD
Kabupaten/Kota, yang ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris atau sebutan
lain.
Peserta
pemilu ada dua macam, yakni partai politik dan perseorangan.Peserta partai
politik dalam Pemilu adalah untuk memilih anggota DPR dan DPRD provinsi maupun
kabupaten/kota. Sementara itu peserta perseorangan dalam Pemilu adalah untuk
memilih DPD (Dewan Perwakilan Daerah)
Syarat-Syarat Peserta Pemilu Menurut UU No. 23 Th. 2003 tentang Pemilu
1. Partai Politik
Untuk
dapat menjadi peserta Pemilu partai politik harus memenuhi syarat :
diakui keberadaannya sesuai Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002
tentang Partai Politik,
memiliki pengurus lengkap sekurang-kurangnya di 2/3 (dua pertiga)
dari seluruh jumlah provinsi,
memiliki pengurus lengkap sekurang-kurangnya di 2/3 (dua pertiga)
dari jumlah kabupaten/kota di provinsi sebagaimana dimaksud dalam huruf b,
memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) orang atau
sekurang-kurangnya 1/2000 (seperduaribu) dari jumlah penduduk pada setiap
kepengurusan partai politik sebagaimana dimaksud dalam huruf c yang dibuktikan
dengan kartu tanda anggota partai politik,
pengurus sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan huruf c harus
mempunyai kantor tetap,
mengajukan nama dan tanda gambar partai politik kepada KPU.
1.2. Caleg Perempuan
Menurut
Undang-undang No. 10 tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif dan Undang-undang No.
2 tahun 2008 tentang Partai Politik (Parpol), kuota keterlibatan perempuan
dalam dunia politik adalah sebesar 30 persen, terutama untuk duduk di dalam
parlemen. Bahkan dalam Pasal 8 Butir d UU No. 10 tahun 2008, disebutkan
penyertaan sekurang-kurangnya 30 persen keterwakilan perempuan pada
kepengurusan parpol tingkat pusat sebagai salah satu persyaratan parpol untuk
dapat menjadi peserta pemilu. Dan Pasal 53 UU mengatakan bahwa daftar bakal
calon peserta pemilu juga harus memuat paling sedikit 30 persen keterwakilan
perempuan.
Ada yang
pro dan ada yang kontra pastinya. Namun ketetapan itu sudah ada sejak awal
tahun 2004 lalu, melalui UU No 12 tahun 2003 tentang Pemilu, yang secara khusus
termaktub di pasal 65 ayat 1.
Dituliskan
:
Tata Cara Pencalonan Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota
Pasal 65 (1) Setiap Partai
Politik Peserta Pemilu dapat mengajukan calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan
DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap Daerah Pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan
perempuan sekurang-kurangnya30%.
(2) Setiap Partai Politik Peserta Pemilu dapat mengajukan calon sebanyak-banyaknya 120% (seratus dua puluh persen) jumlah kursi yang ditetapkan pada setiap Daerah Pemilihan.
(2) Setiap Partai Politik Peserta Pemilu dapat mengajukan calon sebanyak-banyaknya 120% (seratus dua puluh persen) jumlah kursi yang ditetapkan pada setiap Daerah Pemilihan.
(3) Pengajuan calon anggota
DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dilakukan dengan ketentuan:
calon anggota DPR
disampaikan kepada KPU;
calon anggota DPRD Provinsi disampaikan kepada KPU Provinsi yang bersangkutan; dan calon anggota DPRD Kabupaten/Kota disampaikan kepada KPU Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
calon anggota DPRD Provinsi disampaikan kepada KPU Provinsi yang bersangkutan; dan calon anggota DPRD Kabupaten/Kota disampaikan kepada KPU Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
1.3 Daerah Pemilihan
1. Dapil Kuningan 1; jumlah penduduk
254.508 ( Kecamatan Cigugur, Kuningan, Sindangagung, Ciniru, Hantara dan
Garawangi) dengan alokasi 11 kursi.
2. Dapil Kuningan 2; jumlah penduduk
267.146 ( Kecamatan Pasawahan, Pancalang, Mandirancan, Cilimus, Cigandamekar,
Jalaksana, Japara dan Kramatmulya) dengan alokasi 12 kursi.
3. Dapil Kuningan 3; jumlah penduduk
272.965 ( Kecamatan Cipicung, Ciawigebang, Kalimanggis, Cidahu, Lebakwangi dan
Maleber) dengan alokasi 12 kursi.
4. Dapil Kuningan 4; jumlah penduduk
192.362 ( Kecamatan Luragung, Cimahi, Cibingbin, Cibeureum, Karangkancana dan
Ciwaru) dengan alokasi kursi 9 kursi.
5. Dapil Kuningan 5; jumlah penduduk
142.242 ( Kecamatan Darma, Kadugede, Nusaherang, Selajambe, Subang dan Cilebak)
dengan alokasi kursi 6 kursi.
1.4 Surat Suara dan Tata
Cara Pencoblosan
Berdasarkan
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 05 Tahun 2014 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 26 Tahun 2013 Tentang
Pemungutan Dan Penghitungan Suara Di Tempat Pemungutan Suara Dalam Pemilihan
Umum Angota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah Dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/
Kota
Surat Suara untuk Anggota
DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota:
1.
1 (satu) surat suara hanya dapat untuk dihitung
1 (satu) suara;
2.
Surat suara sebagaimana dimaksud pada angka 1
dinyatakan sah atau tidak sah;
3.
tanda coblos pada kolom yang memuat nomor urut,
tanda gambar, dan nama Partai Politik, suaranya dinyatakan sah untuk Partai
Politik;
4.
tanda coblos pada kolom yang memuat nomor urut
dan nama calon anggota, suaranya dinyatakan sah untuk nama calon yang
bersangkutan dari Partai Politik yang mencalonkan;
5.
tanda coblos pada kolom yang memuat nomor urut,
tanda gambar dan nama Partai Politik, serta tanda coblos pada kolom yang memuat
nomor urut dan nama calon dari Partai Politik yang bersangkutan, suaranya
dinyatakan sah untuk nama calon yang bersangkutan dari Partai Politik yang
mencalonkan;
6.
tanda coblos pada kolom yang memuat nomor urut,
tanda gambar, dan nama Partai Politik, serta tanda coblos lebih dari 1 (satu)
calon pada kolom yang memuat nomor urut dan nama calon dari Partai Politik yang
sama, suaranya dinyatakan sah 1 (satu) suara untuk Partai Politik;
7.
tanda coblos lebih dari 1 (satu) calon pada
kolom yang memuat nomor urut dan nama calon dari Partai Politik yang sama,
suaranya dinyatakan sah 1 (satu) suara untuk Partai Politik;
8.
tanda coblos lebih dari 1 (satu) kali pada kolom
yang memuat nomor urut, tanda gambar, dan nama Partai Politik, tanpa mencoblos
salah satu calon pada kolom yang memuat nomor urut dan nama calon dari
9.
Partai Politik yang sama, suaranya dinyatakan
sah 1 (satu) suara untuk Partai Politik;
10. tanda coblos pada surat suara yang diblok warna abu-abu dibawah
nomor urut dan nama calon terakhir, suaranya dinyatakan sah 1 (satu) suara
untuk Partai Politik;
11. tanda coblos tepat pada garis kolom yang memuat nomor urut, tanda
gambar dan nama Partai Politik tanpa mencoblos salah satu calon pada kolom yang
memuat nomor urut dan nama calon dari Partai Politik yang sama, suaranya
dinyatakan sah 1 (satu) suara untuk Partai Politik;
12. tanda coblos tepat pada garis kolom yang memuat 1 (satu) nomor
urut dan nama calon suaranya dinyatakan sah untuk nama calon yang bersangkutan;
13. tanda coblos tepat pada garis yang memisahkan antara nomor urut
dan nama calon dengan nomor urut dan nama calon lain dari Partai Politik yang
sama, sehingga tidak dapat dipastikan tanda coblos tersebut mengarah pada 1 (satu)
nomor urut dan nama calon, suaranya dinyatakan sah 1 (satu) suara untuk Partai
Politik;
14. tanda coblos pada satu kolom yang memuat nomor urut tanpa nama
calon disebabkan calon tersebut tidak lagi memenuhi syarat, dinyatakan sah 1
(satu) suara untuk Partai Politik;
15. tanda coblos pada satu kolom yang memuat nomor urut dan nama calon
atau tanpa nama calon yang disebabkan calon tersebut meninggal dunia/tidak lagi
memenuhi syaratdan tanda coblos pada satu kolom nomor urut dan nama calon dari
satu Partai politik, dinyatakan sah 1 (satu) suara untuk calon yang masih
memenuhi syarat;
16. tanda coblos lebih dari 1 (satu) kali pada kolom yang memuat nomor
urut dan nama calon, dinyatakan sah 1 (satu) suara untuk calon yang
bersangkutan;
17. tanda coblos pada satu kolom yang memuat nomor dan nama calon dan
tanda coblos pada kolom abu-abu, dinyatakan sah untuk 1 (satu) calon yang
memenuhi syarat;
18. tanda coblos pada kolom yang memuat nomor, nama dan gambar Partai
Politik yang tidak mempunyai daftar calon, dinyatakan sah 1 (satu) suara untuk
Partai Politik.
2. Pemilihan Umum Anggota DPD
2.1. Pencalonan
Untuk
menjadi calon anggota DPD, peserta Pemilu dari perseorangan harus memenuhi
syarat dukungan dengan ketentuan :
provinsi yang berpenduduk sampai dengan 1.000.000 (satu juta)
orang harus didukung sekurang-kurangnya oleh 1.000 (seribu) orang pemilih,
provinsi yang berpenduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) sampai
dengan 5.000.000 (lima juta) orang harus didukung sekurang-kurangnya oleh 2.000
(dua ribu) orang pemilih,
provinsi yang berpenduduk lebih dari 5.000.000 (lima juta) sampai
dengan 10.000.000 (sepuluh juta) orang harus didukung sekurang-kurangnya oleh
3.000 (tiga ribu) orang pemilih,
provinsi yang berpenduduk lebih dari 10.000.000 (sepuluh juta)
sampai dengan 15.000.000 (lima belas juta) orang harus didukung sekurang-
kurangnya oleh 4.000 (empat ribu) orang pemilih,
provinsi yang berpenduduk lebih dari 15.000.000 (lima belas juta)
orang harus didukung sekurang-kurangnya oleh 5.000 (lima ribu) orang pemilih,
dengan catatan :
1. tersebar sekurang-kurangnya di 25% (dua puluh
lima persen) dari jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan,
2. dukungan sebagaimana
dimaksud dibuktikan dengan tanda tangan atau cap jempol dan foto kopi Kartu
Tanda Penduduk atau identitas lain yang sah,
3. seorang pendukung tidak
diperbolehkan memberikan dukungan kepada lebih dari satu orang calon anggota
DPD.
2.2. Surat Suara dan Tata Cara Pencoblosan
Surat Suara sah untuk Anggota DPD:
1.
1 (satu) surat suara hanya dapat dihitung untuk
1 (satu) suara;
2.
Surat suara sebagaimana dimaksud pada angka 1
dinyatakan sah atau tidak sah;
3.
tanda coblos pada kolom 1 (satu) calon yang
memuat nomor urut, nama calon dan foto calon anggota DPD, dinyatakan sah 1
(satu) suara untuk Calon Anggota DPD yang bersangkutan;
4.
tanda coblos lebih dari satu kali pada kolom 1
(satu) calon yang memuat nomor urut, nama alon dan foto calon anggota DPD,
dinyatakan sah 1 (satu) suara untuk Calon Anggota DPD yang bersangkutan;
5.
tanda coblos tepat pada garis kolom 1 (satu)
calon yang memuat nomor urut, nama calon dan foto calon anggota DPD, dinyatakan
sah 1
6.
(satu) suara untuk Calon Anggota DPD yang
bersangkutan.
C. PENYELENGGARA PEMILU 2014
1. Profil Komisi Pemilihan
Umum Kota kuningan
E. PELAKSANAAN PEMILU
1. Pemungutan Suara
Pemilu legislatif 9 April 2014
menjadi momentum penting bagi bangsa Indonesia untuk menentukan transisi
pemerintahan secara demokratis. Oleh karena itu, penting bagi warga negara
Indonesia untuk mengetahui tata cara pemberian suara di Tempat PemungutanSuara
(TPS) agar suara yang Anda berikan sah dan tidak sia-sia.
Tempat pemungutan suara sudah
dibuka mulai pukul 07.00 waktu setempat (selengkapnya dapat dilihat pada alur
pemungutan suara). Bagi Anda yang sudah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap
(DPT) atau Daftar Pemilih Khusus (DPK), Anda cukup membawa fomulir C6 yang
merupakan surat pemberitahuan.
Lalu bagaimana jika formulir C6
Anda hilang dan belum dilaporkan atau Anda belum menerima formulir dimaksud?
Anda hanya perlu membawa KTP/Paspor atau identitas lainnya agar petugas KPPS
dapat memeriksa nama Anda dalam daftar pemilih.
Lalu bagaimana bagi Anda yang
belum terdaftar di DPT atau DPK tetapi sudah memenuhi persyaratan sebagai
pemilih? Anda tetap dapat memberikan hak pilih melalui Daftar Pemilih Khusus Tambahan
(DPK-Tb).
Untuk masuk dalam DPK-Tb,
pemilih cukup mendatangi TPS sesuai dengan alamat yang terdapat di kartu
identitas. Kartu identitas yang dibawa adalah KTP, kartu keluarga, passport,
atau identitas kependudukan lain yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan pada hari pencoblosan, kemudian menunjukkan kartu
identitasnya kepada petugas PPS.
Setelah masuk dalam DPK-Tb,
Anda akan mendapat giliran mencoblos pada waktu satu jam sebelum TPS ditutup
atau satu jam sebelum pukul 13.00 waktu setempat. Hal ini dengan catatan
apabila kertas suara pada TPS tersebut mencukupi. Jika diperkirakan kertas
suara kurang, maka petugas PPS akan mengarahkan Anda untuk melakukan
pencoblosan di TPS lain, yang berdekatan.
Komisi Pemilihan Umum juga
memberikan fasilitas kepada pemilih difabel. Untuk pemilih difabel yang ingin
memberikan suara dan membawa pendamping, pendamping dipersilahkan mengisi surat
pernyataan kerahasiaan di formulir C3. Sedangkan pemilih tuna netra
difasilitasi dengan pemberian alat braile khusus untuk surat suara DPD.
Di TPS 09 Kelurahan Sekaran Kecamatan Gunungpati
Kab. kuningan pemungutan suara dimulai pada pukul 07.00 WIB dan berakhir pada
pukul 13.20. menurut pemantauan kami, sebagian besar pemilih belum mengerti
prosedur – prosedur pemungutan suara sehingga saat proses pemungutan suara
banyak warga di TPS 09 yang masih bingung dan sedikit canggung.
2. Penghitungan Suara
Penghitungan suara di TPS dilakukan oleh KPPS setelah
pemungutan suara berakhir, dan dimulai pada pukul 13.00 waktu setempat sampai
selesai. KPPS tidak dibenarkan mengadakan penghitungan suara sebelum pukul
13.00 waktu setempat.
Akan tetapi di TPS 09 Kelurahan Sekaran Kecamatan hantara
Kab. kuningan penghitungan suara dimulai pukul 14.00 karena pemungutan suara
dilaksanakan sampai pukul 13.20.
a. Dalam
pelaksanaan penghitungan suara di TPS, Ketua KPPS dibantu oleh Anggota KPPS,
melakukan kegiatan :
1) Menyatakan pelaksanaan pemungutan
suara ditutup, danpelaksanaan penghitungan suara di TPS dimulai;
2) Membuka
kotak suara dengan disaksikan oleh semua yang hadir;
3) Mengeluarkan
surat suara dari kotak suara satu demi satu dan meletakkan di meja KPPS;
4) Menghitung
jumlah surat suara dan memberitahukan jumlah tersebut kepada yang hadir serta
mencatat jumlah yang diumumkan;
5) Membuka
tiap lembar surat suara, meneliti hasil pencoblosan yang terdapat pada surat
suara, dan mengumumkan kepada yang hadir
perolehan suara untuk setiap pasangan calon yang dicoblos;
6) Mencatat
hasil pemeriksaan yang diumumkan sebagaimana dimaksud pada huruf e dengan
menggunakan formulir hasilpenghitungan suara untuk pasangan calon (Model C2-KWK.KPU) ; dan
7) Memutuskan
apabila suara yang diumumkan berbeda dengan yang disaksikan oleh yang hadir
dan/atau saksi pasangan calon.
b. Ketua KPPS dalam meneliti dan menentukan sah dan tidak sah hasil
pencoblosan pada surat suara mengacu pada ketentuan tata cara mencoblos.
c. Pemilih yang hadir pada pelaksanaan penghitungan suara di TPS,
tidak dibenarkan mengganggu proses penghitungan suara.
d. Proses penghitungan suara di TPS dapat disaksikan oleh saksi
pasangan calon, pengawas pemilu lapangan, pemantau, wartawan, dan warga
masyarakat sebagai pemilih.
e. Warga masyarakat melalui saksi pasangan calon yang hadir dapat
mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan suara oleh KPPS apabila
ternyata terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
f. Apabila tidak terdapat saksi pasangan calon di TPS, keberatan
warga masyarakat sebagai pemilih dapat disampaikan langsung kepada Ketua KPPS.
g. Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi pasangan calon dapat
diterima, KPPS seketika itu juga mengadakan pembetulan.
h. Keberatan saksi pasangan calon dicatat dengan menggunakan formulir
Model C3-KWK.KPU.
i. Apabila tidak ada keberatan, baik dari saksi pasangan calon maupun
warga masyarakat, atau tidak terdapat kejadian khusus yang berhubungan dengan
pemungutan suara dan penghitungan di TPS, Ketua KPPS tetap mengisi formulir
Model C3-KWK.KPU dengan tulisan “NIHIL”.
j. Keberatan yang diajukan oleh atau melalui saksi pasangan calon
terhadap proses penghitungan suara di TPS tidak menghalangi proses penghitungan
suara di TPS.
3. Rekapitulasi
Penghitungan Suara
Rekapitulasi Penghitungan suara di TPS 09
Kelurahan Sekaran Kec. hantara Kab. Kuningan adalah sebagai berikut :
Di lampiran
4.
Pelanggaran Pemilu
4.1 Jenis Pelanggaran Pra Hari Pemungutan
- Merintangi
orang menjalankan haknya dalam memilih (Pasal 260).
- Memberikan
keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain
dalam pengisian daftar pemilih (Pasal 261).
- Mengancam
dengan kekerasan atau menggunakan kekuasaan yang ada padanya pada saat
pendaftaran pemilih (Pasal 262)
- Petugas
PPS/PLN yang dengan sengaja tidak memperbaiki daftar pemilih (Pasal 263)
- Anggota
KPU yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu/Panwaslu dalam hal
pemutakhiran data pemilih yang merugikan WNI yang
memiliki hak pilih (Pasal 264)
- Penyuapan
(Pasal 265)
- Mengaku
sebagai orang lain (Pasal 266)
- Anggota
KPU yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu/Panwaslu dalam melaksanakan
verifikasi partai politik calon peserta pemilu (Pasal 267)
- Anggota
KPU yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu/Panwaslu dalam melaksanakan
verifikasi partai politik calon peserta pemilu dan kelengkapan
administrasi bakal calon anggota legislative (Pasal 268).
- Melakukan
kampanye luar jadwal KPU (Pasal 269)
- Melanggar
larangan pelaksanaan kampanye pemilu (Pasal 270)
- Pelaksana
kampanye yang melanggar (Pasal 271)
- Pejabat
Negara yang melanggar pelaksanaan kampanye (Pasal 272)
- Pelanggaran
yang dilakukan anggota PNS,TNI/POLRI dan pernagkat desa dalam
pelaksanaan kampanye (Pasal 273)
- Melaksanakan
kampanye dengan menjanjikan atau memberikan uang dan imbalan lain (Pasal
274)
- Anggota
KPU yang melakukan tindak pidana pemilu dalam pelaksanaan kampanye pemilu
(Pasal 275)
- Memberi
atau menerima dana kampanye yang melebihi batas yang ditentukan (Pasal
276)
- Menerima
dana kampanye dari pihak asing atau pihak yang tidak jelas identitasnya
(Pasal 277)
- Menghalangi
dan mengganggu jalannya kampanye pemilu (Pasal 278)
- Pelaksana
kampanye yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan pemilu
(Pasal 279)
- Pelaksana,
peserta, atau petugas kampanye yang mengganggu tahapan penyelenggaraan
pemilu (Pasal 280)
- Memberikan
laporan yang tidak jelas dalam laporan dana kampanye (Pasal 281)
- Mengumumkan
hasil survey atau jajak pendapat dalam tenang (Pasal 282).
4.2 Jenis Pelanggaran Pada Hari Pemungutan
a.
Melakukan kampanye luar jadwal KPU (Pasal 269)
b.
Melanggar larangan pelaksanaan kampanye pemilu
(Pasal 270)
c.
Pelaksana kampanye yang melanggar (Pasal 271)
f.
Melaksanakan kampanye dengan menjanjikan atau
memberikan uang dan imbalan lain (Pasal 274)
g.
Anggota KPU yang melakukan tindak pidana pemilu
dalam pelaksanaan kampanye pemilu (Pasal 275)
h.
Memberi atau menerima dana kampanye yang
melebihi batas yang ditentukan (Pasal 276)
i.
Menerima dana kampanye dari pihak asing atau
pihak yang tidak jelas identitasnya (Pasal 277)
j.
Menghalangi dan mengganggu jalannya kampanye
pemilu (Pasal 278)
k.
Pelaksana kampanye yang mengakibatkan
terganggunya tahapan penyelenggaraan pemilu (Pasal 279)
l.
Pelaksana, peserta, atau petugas kampanye yang
mengganggu tahapan penyelenggaraan pemilu (Pasal 280)
m. Memberikan laporan yang
tidak jelas dalam laporan dana kampanye (Pasal 281)
n.
Mengumumkan hasil survey atau jajak pendapat
dalam tenang (Pasal 282).
4.3 Jenis Pelanggaran
Pasca Hari Pemungutan
a. Menyebabkan peserta pemilu mendapatkan tambahan atau berkurangnya
perolehan suara (Pasal 288)
b. Merusak atau menghilangkan hasil pemungutan suara yang sudah
disegel (Pasal 293)
c. Anggota KPU tidak menetapkan pemungutan suara ulang di TPS padahal
dalam persyaratan untuk pemungutan suara ulang terpenuhi (Pasal 296)
d. Menyebabkan rusak atau hilangnya berita acara pemungutan dan
penghitungan suara yang sudah tersegel (Pasal 297)
e. Mengubah berita acara hasil penghitungan suara dan/atau sertifikat
hasil penghitungan suara (Pasal 298)
f. Anggota KPU yang mengakibatkan hilang atau
berubahnya berita acara hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara dan
sertikat penghitungan suara (Pasal 299)
g. Merusak, mengganggu, atau mendistorsi sistem informasi
penghitungan suara hasil pemilu (Pasal 300)
h. Ketua KPPS/KPPSLN tidak membuat dan menandatangani berita acara
perolehan suara peserta pemilu (Pasal 301)
i. KPPS/KPPSLN tidak memberikan salinan
satu eksemplar berita acara pemungutan dan penghitungan suara dan sertifikat
hasil penghitungan suara kepada saksi peserta pemilu,pengawas pemilu lapangan,
PPS, dan PPK (Pasal 302)
j. KPPS/KPPSLN yang tidak menjaga, mengamankan
keutuhan kotak suara dan meyerahkan kotak suara tersegel, dan sertifikat hasil
penghitungan suara kepada PPK (Pasal 303)
k. Pengawas Pemilu lapangan (PPL) yang tidak mengawasi
penyerahan kotak suara tersegel kepada PPK dan Panwaslu yang tidak mengawasi
penyerahan kotak suara tersegel kepada KPU (Pasal 304)
l. PPS yang tidak mengumumkan hasil
penghitungan suara (Pasal 305)
m. KPU tidak menetapkan perolehan hasil pemilu secara nasional
(Pasal 306)
n. Melakukan penghitungan cepat dan mengumumkan hasil
penhitungan cepat pada hari/tanggal pemungutan suara (Pasal 307).
o. Melakukan penghitungan cepat yang tidak memberitahukan bahwa hasil
penghitungan cepat bukan merupakan hasil resmi pemilu (Pasal 308)
p. KPU yang tidak melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap (Pasal 309)
q. Bawaslu/Panwaslu yang tidak menindaklanjuti temuan dan/atau
laporan pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh KPU,PPK,PPS/PPLN, dan/atau
KPPS/KPPSLN (Pasal 310)
r. Penyelenggaran pemilu melakukan pelanggaran
pidana pemilu (Pasal 311)
F. ANALISIS PEMILU
Pemilu sudah dilaksankan pada tanggal 9
April 2014 tepatnya hari rabu. Pada pelaksanaan pemilu ini tentu berbeda dengan
pelaksanaan pemilu tahun 2009. Pada tahun 2009 pemilu legislatif diikuti oleh
48 partai sedangkan pada pemilu legislatif tahun 2014 hanya diikuti oleh 15
partai yang 3 diantaranya adalah partai khusus daerah Aceh.
Seperti pemilu tahun 2009, pada pemilu
ini juga banyak masyarakat yang tidak mengikuti atau tidak memberikan hak
suaranya yang sering disebut dengan GOLPUT. Ada beberapa alasan masyarakat
berperilaku GOLPUT yaitu :
- Pertama.
Golput teknis, yakni mereka yang karena sebab-sebab teknis tertentu
berhalangan hadir ke tempat pemungutan suara atau mereka yang keliru
mencoblos sehingga suaranya dinyatakan tidak sah.
- Kedua.
Golput teknis-politis, seperti mereka yang tidak terdaftar sebagai pemilih
karena kesalahan dirinya atau pihak lain (lembaga statistik, penyelenggara
pemilu).
- Ketiga.
Golput politis, yakni mereka yang merasa tidak punya pilihan dari kandidat
yang tersedia atau tidak percaya bahwa pemilu akan membawa perubahan dan
perbaikan.
- Keempat.
Golput ideologis, yakni mereka yang tidak percaya pada mekanisme demokrasi
(liberal) dan tidak mau terlibat di dalamnya entah karena alasan
fundamentalisme agama atau alasan politik-ideologi lain.
Menurut
pengamatan saya, masyarakat sudah jenuh mendengar berita korupsi di Indonesia
sehingga masyarakat merasa kecewa dan tidak mau memberikan suaranya. Ada juga
masyarakat yang memilih caleg karena mendapat uang dari caleg tersebut. Hal ini
tentu melanggar peraturan karena money politik dilarang oleh Undang – Undang.
Saat penerimaan daftar caleg sekarang ini, seharusnya
menjadi saat menutup celah bagi para bedebah. Saat diketahui adanya partai yang
tidak sepenuhnya memenuhi syarat keterwakilan perempuan, adanya caleg yang
tidak menyertakan seluruh persyaratan, adanya daftar caleg ganda seperti
dilansir Formappi, adanya caleg yang terkait masalah hukum, dan kasus lain
merupakan saat di mana seharusnya KPU menunjukkan keutamaan.
Saat ini juga merupakan saat bagi KPU mengeluarkan aturan
kampanye yang menjamin keadilan, saat bagi KPU memutakhirkan daftar pemilih,
dan saat dimulainya penegakan aturan, termasuk aturan yang melarang pejabat
menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pemenangan pemilu sehingga para
bedebah akan tercegah.
Tulisan ini adalah peringatan dini, jangan sampai bangsa
ini dua kali terperosok pada kondisi pemilu anarkistis. Kuncinya ada pada
langkah dan kebijakan penyelenggara pemilu, terutama KPU. Saat-saat digelarnya
sejumlah tahapan pemilu, jangan sampai menjadi saat karpet merah bagi para
bedebah
Masyarakat juga bingung karena sangat
sulit mencari partai politik yang bersih. Sejumlah kasus dugaan suap dan
korupsi yang melibatkan hampir semua parpol di negeri ini tidak hanya
benar-benar mengecewakan publik, tetapi juga menimbulkan pertanyaan, masih
adakah parpol yang bersih dan layak dipilih? Jika tidak, masih perlukah Pemilu
2014 digelar?
Pertanyaan ekstrim
di atas wajar-wajar saja muncul jika dua parpol yang selama ini terdepan
menepuk dada sebagai partai bersih, Partai Demokrat dan Partai Keadilan
Sejahtera, ternyata dirundung dugaan skandal suap dan korupsi. Belum reda
keterkejutan kita atas nasib sejumlah pimpinan teras Demokrat yang ditetapkan
sebagai tersangka kasus Hambalang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, tiba-tiba
publik dikagetkan oleh penangkapan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq.
Seperti ramai
diwartakan, Luthfi dijadikan tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan suap impor
daging sapi yang otoritasnya berada di tangan Menteri Pertanian Suswono, kader
PKS lainnya. Skandal suap dan korupsi impor daging sapi semakin ramai bukan
hanya lantaran tersangka Ahmad Fathanah, sahabat sekaligus “broker” Luthfi
dengan otoritas Kementerian Pertanian, diduga mengalirkan rezeki haram ke
sejumlah perempuan sosialita, tetapi juga turut menyeret PKS.
Sebagai parpol
yang mengusung semboyan “bersih dan peduli”, skandal suap daging sapi yang
menyeret Luthfi jelas mencoreng citra bersih PKS. Terlepas dari soal bahwa
skandal ini hanya melibatkan Luthfi secara personal, namun jelas mustahil bagi
Luthfi mempunyai akses untuk memperoleh kuota impor daging sapi dari Menteri
Pertanian jika dia bukan dalam posisi sebagai pemimpin tertinggi PKS. Dengan
kata lain, citra buruk partai adalah risiko yang harus diterima setiap parpol
jika petinggi parpol yang bersangkutan tersangkut kasus hukum.
Nila Setitik Kasus
Demokrat dan PKS semakin membuka mata kita betapa sulitnya menemukan parpol
yang benar-benar bersih dari skandal korupsi di negeri ini. Ironisnya, kasus
suap dan korupsi tidak hanya dilakukan para politisi parpol berlatar belakang
sekuler-nasionalis, melainkan juga partai-partai agama dan berbasis agama. Dari
segi posisi terhadap kekuasaan, politisi korup bukan hanya berasal dari parpol
koalisi, tetapi juga dari oposisi. Sementara dari segi klaim subyektif, hampir
tidak ada perbedaan antara parpol yang mengusung haluan sebagai parpol bersih,
dan parpol yang sejak awal memang tidak berani gegabah menepuk dada seperti
itu.
Oleh karena itu
tidak mengherankan jika jika tingkat kepercayaan publik terhadap parpol-parpol
kita cenderung terus merosot dari waktu ke waktu. Di luar musim pemilu (dan
juga pemilihan kepala daerah), publik hanya disuguhi perilaku korup para
politisi parpol yang ironisnya tidak kunjung berkurang kendati intensitas
pemberantasan korupsi oleh KPK, kepolisian, dan kejaksaan juga cukup meningkat.
Sudah tentu tidak semua politisi berperilaku demikian, namun ibarat kata
pepatah, “(karena) nila setitik maka rusaklah susu sebelanga”.
Barangkali inilah
problem besar bangsa kita di balik eforia parpol dan politisi menyongsong
Pemilu 2014. Pemilu adalah momentum bagi publik untuk “menghukum” parpol dan
politisi yang tidak bertanggung jawab. Namun jika perilaku oportunistik dan
koruptif parpol dan politisi tidak berkurang, dan sebagian besar anggota
parlemen diajukan kembali sebagai calon anggota legislatif dalam pemilu
mendatang, lalu siapa lagi yang harus dipilih?
Standar Etika
Fakta bahwa tidak ada perbedaan mendasar antara parpol nasionalis-sekuler dan
partai agama (Islam) dalam soal korupsi benar-benar mencengangkan publik.
Realitas ini membongkar asumsi umum yang berlaku, seolah-olah partai Islam dan
berbasis Islam memiliki standar moralitas lebih baik atau lebih “tinggi”
dibandingkan partai nasionalis-sekuler. Berbagai kasus suap dan korupsi yang
melibatkan hampir semua parpol selama ini justru memperlihatkan, parpol atas
nama apa pun di negeri ini tidak memiliki standar etika yang jelas dan bisa
dipertanggungjawabkan.
Konsekuensi logis
dari kenyataan tersebut adalah berlangsungnya perebutan kue kesempatan untuk
melakukan tindak pidana korupsi oleh para politisi hampir tanpa kecuali. Belum
begitu jelas bagi kita, berapa besar bagian atau persentase yang diterima
parpol dari dana-dana haram hasil suap dan korupsi ini, berapa pula yang masuk
ke kantong pribadi. Yang jelas adalah, parpol dan para politisi busuk yang
melakukannya saling melindungi selama tindak pidana korupsi itu tidak tercium oleh
KPK dan aparat penegak hukum lainnya.
Akan tetapi begitu
skandal korupsi terungkap, para petinggi parpol secara berapi-api membela
parpol mereka, seolah-olah partai secara institusi tidak terkait, seakan-akan
korupsi bisa berlangsung tanpa fasilitas, dukungan, infrastruktur, dan
kedudukan strategis sebagai pengurus parpol. Juga, seakan-akan parpol bisa
membiayai diri tanpa dana-dana haram yang dicuri dari anggaran pendapatan dan
belanja negara (APBN) dan anggaran daerah (APBD).
Itulah sekilas
potret buruk parpol dan politisi kita menjelang Pemilu 2014, yakni
parpol-parpol dan para politisi yang hanya siap berkuasa namun tidak siap
bertanggung jawab, apalagi berkorban bagi bangsa dan negaranya. Mereka menebar
pesona dan menabur janji-janji surga demi dukungan dan mandat politik melalui
pemilu, namun kemudian mencampakkan nasib rakyat dan bangsanya hanya sebagai
alas kaki syahwat kekuasaan.
Barangkali
disinilah urgensi reformasi perundangan-undangan pemilu dan keparlemenan kita
ke depan, yakni bagaimana melembagakan mekanisme akuntabilitas yang lebih
langsung antara para wakil dan konstituennya. Salah satu instrumen yang
diperlukan adalah adanya mekanisme institusional bagi publik untuk menggugat
para wakil yang korup dan tidak bertanggung jawab tanpa harus menunggu pemilu
berikutnya. Kalau tidak, maka pemilu pada akhirnya hanya menjadi “pesta” bagi
parpol dan politisi, sementara rakyat kita mencuci piringnya.
G. PENUTUP
1.
Kesimpulan
Dari laporan dan pengamatan yang saya
lakukan di TPS 09 Kec. hantara Kota
kuningan dapat kami ambil kesimpulan sebagai berikut :
a)
Terjadi banyak pelanggaran oleh partai
politik baik saat kampanye, sebelum hari pemungutan maupun pasca pemungutan
suara
b)
Ada beberapa alasan masyarakat memilih
golput yaitu golput teknis, golput teknis – politis, golput politis, dan golput
ideologis
c)
Masyarakat sudah bosan dengan janji –
janji yang diberikan oleh caleg – caleg sehingga masyarakat lebih memilih untuk
bekerja daripada harus memilih datang ke TPS terdekat.
d)
Banyak caleg dan parpol yang
menggunakan money politik dengan membagi – bagikan uang kepada warga agar
memilih partai tersebut dan hal ini sudah Peraturan yang berlaku
2.
Rekomendasi
2.1 Rekomendasi Untuk Penyelenggara Pemilu
a) Surat suara agar sampai di TPS tepat waktu
tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat agar memperkecil pelanggaran
c) Menekan angka golput seminimal mungkin
2.2 Rekomendasi Untuk Pengawas Pemilu
a)
Pengawas sebaiknya lebih teliti dan
lebih tegas terhadap pelanggar ketentuan pemilu sehingga tidak ada lagi yang
melanggar UU pemilu dan pemilu dapat berjalan secara lancer dan terkendali
b)
Tidak menerima suap karena banyak panwas yang
menerima suap dari caleg atau parpol untuk menggembungkan suara
c)
Bekerja dengan penuh tanggungjawab
2.3 Rekomendasi untuk Peserta Pemilu
a)
Sesibuk – sibuknya pemilih, diharapkan
tetap memberikan suaranya dan tidak golput
b)
Diharapkan bagi semua pemilih agar
tidak memilih caleg – caleg yang membagi – bagikan uang karena disamping sudah
melanggar peraturan, money politik juga berpotensi sebagai alasan korupsi bagi
para caleg.
c)
Diharapkan bagi pemilih yang tempat
tinggalnya dekat dengan TPS agar ikut mengawasi jalannya pemungutan suara dan
penghitungan suara agar tidak terjadi pelanggran
d)
Jadilah pemilih yang cerdas