Minggu, 29 Juni 2014

Laporan observasi penelitian
plaksanaan pemilu di indonesia






Oleh:
alga fargiansah
30112623
2db05









UNIVERSITAS GUNADARMA
2014




A.  Pendahuluan
Pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali sebagai sarana untuk memilih calon wakil rakyat maupun calon presiden. Pemilihan Umum merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat sebagai wujud keikutsertaan seluruh rakyat Indonesia dalam penyelenggaraan Pemerintahan Negara berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945.
Sepanjang perjalanan sejarah, bangsa Indonesia telah melaksanakan Pemilihan Umum sebanyak 9 (sembilan) kali dengan rincian 1 (satu) kali pada Era Orde Lama,  6 (enam) kali pada Era Orde Baru dan 2 (dua) kali pada Era Reformasi.  Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2004 sangat berbeda bila dibandingkan dengan penyelenggaraan Pemilu sebelumnya. Perbedaan dimaksud antara lain pada Penyelenggara pada Pemilu yang lalu penyelenggara disebut PPD (Panitia Pemilihan Daerah) merupakan gabungan dari Parpol yang ada serta perwakilan dari unsur Pemerintah dan bersifat sementara, sedangkan pada penyelenggaraan Pemilu tahun 2004 sebagai Penyelenggara adalah Komisi Pemilihan Umum dengan jumlah personil 5 (lima) orang melalui seleksi secara berjenjang, memiliki masa kerja 5 (lima) tahun bersifat Nasional, tetap dan mandiri.
 Disisi lain pada Pemilu sebelumnya hanya memilih Calon Legislatif tetapi pada Pemilu sekarang temasuk memilih Calon Dewan Perwakilan Daerah (DPD) serta sekaligus memilih Presiden dan Wakil  Presiden. Dalam melaksanakan tugas Komisi Pemilihan Umum Kota kuningan berpedoman pada Program, Tahapan dan Jadwal Waktu Penyelenggaraan Pemilu yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum Pusat. Secara umum seluruh rangkaian penyelenggaraan Pemilu di Kota Yogyakarta dapat berjalan lancar, masalah-masalah yang timbul sebagai perkembangan dinamika dalam setiap penyelenggaraan kegiatan dapat diselesaikan secara baik dengan mengedepankan langkah koordinasi dengan semua pihak terkait.
Bagi instansi setiap selesai melaksanakan kegiatan mempunyai kewajiban membuat laporan pertanggungjawaban tentang pelaksanaan kegiatan, hal itu pun  berlaku bagi Komisi Pemilihan Umum Kota kuningan. Agar setiap kegiatan yang diselenggarakan dapat berdaya dan berhasil guna, transparan Komisi Pemilihan Umum Kota Semaramg selalu berupaya menjalin komunikasi, koordinasi dengan semua pihak yang terkait sehingga semua kegiatan dapat terlaksana sesuai jadwal yang telah ditetapkan. 

B.  SISTEM PEMILIHAN UMUM 2014
1. Pemilihan Umum Anggota DPR, DPRD Propinsi, DPRD Kabupaten 
1.1  Pencalonan
Seorang bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a.           Warga Negara Indonesia yang berumur 21 (dua puluh satu tahun atau lebih).
Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Yang dimaksud bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam arti taat menjalankan kewajiban agamanya.
Berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Cakap berbicara, membaca dan menulis dalam Bahasa Indonesia.
  1. Persyaratan ini tidak bermaksud untuk membatasi hak politik warga negara penyandang cacat yang memiliki kemampuan untuk melakukan tugasnya sebagai anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
  2. Berpendidikan paling rendah Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menegah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan, atau bentuk lain yang sederajat.
  3. Setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945.
  4. Yang dimaksud setia dalam hal ini dibuktikan dengan surat pernyataan dari calon anggota DPR dan DPRD yang bersangkutan dengan diketahui oleh Pimpinan Partai Politik sesuai tingkatannya.
  5. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan  pidana penjara lima tahun atau lebih.
  6. Sehat jasmani dan Rohani
  7. Sehat jasmani dan rohani dibuktikan dengan surat keterangan dari tim penguji kesehatan yang ditunjuk oleh KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
  8. Terdaftar sebagai pemilih.
  9.  Bersedia bekerja sepenuh waktu.
  10. Mengundurkan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil, anggota Tentara Nasional, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, pengurus pada BUMN/BUMD, serta badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara, yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri dan tidak dapat ditarik kembali.
  11. Bersedia untuk tidak berpraktik sebagai Akuntan Publik, Advokat/Pengacara, Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara, serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPR. DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, sesuai peraturan perundang-undangan.
  12. Menjadi anggota Partai Politik peserta Pemilu.
  13. Dicalonkan hanya di 1 (satu) Lembaga Perwakilan.
  14. Dicalonkan hanya di 1 (satu) Daerah Pemilihan.

Untuk membuktikan persyaratan tersebut di atas, seorang bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota memerlukan kelengkapan administrasi yang terdiri dari :
a.       Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan atau Akte Kelahiran Warga Negara Indonesia.
b.      Bukti kelulusan berupa fotokopi ijazah, sajadah, sertifikat, atau surat keterangan lain yang dilegalisasi oleh satuan pendidikan atau program pendidikan menengah.
c.       Surat keterangan tidak tersangkut perkara pidana dari Kepolisian Negara R.I setempat.
d.      Surat keterangan berbadan sehat jasmani dan rohani.
e.       Surat tanda bukti sudah terdaftar sebagai pemilih.
f.       Surat pernyataan tentang kesediaan untuk bekerja sepenuh waktu yang ditandatangani di atas kertas bermaterai cukup.
g.      Surat pernyataan kesediaan tidak berpraktik sebagai Akuntan Publik, Konsultan, Advokat/Pengacara, Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa, yang berhubungan dengan keuangan negara, serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, yang ditandatangani di atas kertas bermaterai cukup.
h.      Surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali sebagai Pegawai Negeri Sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian republik Indonesia, pegawai pada BUMN/BUMD, serta badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara.
i.        Kartu Tanda Anggota Partai Politik peserta Pemilu.
j.        Surat pernyataan tentang kesediaan hanya dicalonkan oleh 1 (satu) Partai Politik untuk 1 (satu) Lembaga Perwakilan yang ditandatangani di atas kertas bermaterai cukup.
k.      Surat pernyataan tentang kesediaan hanya dicalonkan oleh 1 (satu) Daerah Pemilihan, yang ditandatangani diatas kertas bermaterai cukup.

Tata Cara Pengajuan Bakal Calon dan Calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota
Proses penetapan bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, dimulai seleksi internal Partai Politik Pemilu. Seleksi ini dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan mekanisme internal Partai Politik yang bersangkutan. Berdasarkan hasil seleksi, Partai Politik peserta Pemilu yang bersangkutan menyusun daftar bakal calon. Daftar bakal calon anggota DPR ditetapkan oleh Pengurus Pusat Partai Politik yang bersangkutan, sedangkan daftar bakal calon anggota DPRD Provinsi ditetapkan oleh Pengurus Partai Politik peserta Pemilu tingkat Provinsi, dan daftar bakal calon anggota DPRD Kabupaten/Kota, ditetapkan oleh Pengurus Partai Politik peserta Pemili tingkat Kabupaten/Kota.
Dalam daftar bakal calon tersebut, memuat paling sedikit 30% (tiga puluh perseratus) perwakilan perempuan. Setiap 3 (tiga) orang bakal calon, terdapat sekurang-kurangnya 1 (satu) orang calon perempuan. Yang dimaksud Pengurus Pusat Partai Politik, adalah Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Politik atau nama lain, sedangkan yang dimaksud Pengurus Partai Politik tingkat provinsi, adalah Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Politik tingkat provinsi atau nama lain, dan yang dimaksud dengan Pengurus Partai Politik tingkat kabupaten/kota, adalah Ketua Dewan Pimpinan Partai Politik tingkat kabupaten/kota, atau nama lain. Daftar bakal calon dimaksud , dapat memuat sebanyak-banyaknya 120% (seratus dua puluh perseratus) dari jumlah kursi setiap Daerah Pemilihan.


Daftar bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dimaksud diajukan kepada:
1.    KPU untuk daftar calon anggota DPR yang ditandatangani oleh Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal atau sebutan lain.
2.    KPU Provinsi untuk daftar calon anggota DPRD Provinsi yang ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris atau sebutan lain.
3.    KPU Kabupaten/Kota untuk daftar bakal calon anggota DPRD Kabupaten/Kota, yang ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris atau sebutan lain.

Peserta pemilu ada dua macam, yakni partai politik dan perseorangan.Peserta partai politik dalam Pemilu adalah untuk memilih anggota DPR dan DPRD provinsi maupun kabupaten/kota. Sementara itu peserta perseorangan dalam Pemilu adalah untuk memilih DPD (Dewan Perwakilan Daerah)

Syarat-Syarat Peserta Pemilu Menurut UU No. 23 Th. 2003 tentang Pemilu
1. Partai Politik
Untuk dapat menjadi peserta Pemilu partai politik harus memenuhi syarat :
         diakui keberadaannya sesuai Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik,
         memiliki pengurus lengkap sekurang-kurangnya di 2/3 (dua pertiga) dari seluruh jumlah provinsi,
         memiliki pengurus lengkap sekurang-kurangnya di 2/3 (dua pertiga) dari jumlah kabupaten/kota di provinsi sebagaimana dimaksud dalam huruf b,
         memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) orang atau sekurang-kurangnya 1/2000 (seperduaribu) dari jumlah penduduk pada setiap kepengurusan partai politik sebagaimana dimaksud dalam huruf c yang dibuktikan dengan kartu tanda anggota partai politik,
         pengurus sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan huruf c harus mempunyai kantor tetap,
         mengajukan nama dan tanda gambar partai politik kepada KPU.




1.2. Caleg Perempuan
Menurut Undang-undang No. 10 tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif dan Undang-undang No. 2 tahun 2008 tentang Partai Politik (Parpol), kuota keterlibatan perempuan dalam dunia politik adalah sebesar 30 persen, terutama untuk duduk di dalam parlemen. Bahkan dalam Pasal 8 Butir d UU No. 10 tahun 2008, disebutkan penyertaan sekurang-kurangnya 30 persen keterwakilan perempuan pada kepengurusan parpol tingkat pusat sebagai salah satu persyaratan parpol untuk dapat menjadi peserta pemilu. Dan Pasal 53 UU mengatakan bahwa daftar bakal calon peserta pemilu juga harus memuat paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan.
Ada yang pro dan ada yang kontra pastinya. Namun ketetapan itu sudah ada sejak awal tahun 2004 lalu, melalui UU No 12 tahun 2003 tentang Pemilu, yang secara khusus termaktub di pasal 65 ayat 1.
Dituliskan :
Tata Cara Pencalonan  Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota
Pasal 65 (1) Setiap Partai Politik Peserta Pemilu dapat mengajukan calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap Daerah Pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya30%. 
(2) Setiap Partai Politik Peserta Pemilu dapat mengajukan calon sebanyak-banyaknya 120% (seratus dua puluh persen) jumlah kursi yang ditetapkan pada setiap Daerah Pemilihan.
(3) Pengajuan calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan ketentuan:
calon anggota DPR disampaikan kepada KPU;
calon anggota DPRD Provinsi disampaikan kepada KPU Provinsi yang bersangkutan; dan  calon anggota DPRD Kabupaten/Kota disampaikan kepada KPU Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
          
1.3  Daerah Pemilihan

1. Dapil Kuningan 1; jumlah penduduk 254.508 ( Kecamatan Cigugur, Kuningan, Sindangagung, Ciniru, Hantara dan Garawangi) dengan alokasi 11 kursi.
2. Dapil Kuningan 2; jumlah penduduk 267.146 ( Kecamatan Pasawahan, Pancalang, Mandirancan, Cilimus, Cigandamekar, Jalaksana, Japara dan Kramatmulya) dengan alokasi 12 kursi.
3. Dapil Kuningan 3; jumlah penduduk 272.965 ( Kecamatan Cipicung, Ciawigebang, Kalimanggis, Cidahu, Lebakwangi dan Maleber) dengan alokasi 12 kursi.
4. Dapil Kuningan 4; jumlah penduduk 192.362 ( Kecamatan Luragung, Cimahi, Cibingbin, Cibeureum, Karangkancana dan Ciwaru) dengan alokasi kursi 9 kursi.
5. Dapil Kuningan 5; jumlah penduduk 142.242 ( Kecamatan Darma, Kadugede, Nusaherang, Selajambe, Subang dan Cilebak) dengan alokasi kursi 6 kursi.

1.4  Surat Suara dan Tata Cara Pencoblosan
Berdasarkan Peraturan  Komisi Pemilihan Umum Nomor 05 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 26 Tahun 2013 Tentang Pemungutan Dan Penghitungan Suara Di Tempat Pemungutan Suara Dalam Pemilihan Umum Angota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/ Kota
Surat Suara untuk Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota:
1.      1 (satu) surat suara hanya dapat untuk dihitung 1 (satu) suara;
2.      Surat suara sebagaimana dimaksud pada angka 1 dinyatakan sah atau tidak sah;
3.      tanda coblos pada kolom yang memuat nomor urut, tanda gambar, dan nama Partai Politik, suaranya dinyatakan sah untuk Partai Politik;
4.      tanda coblos pada kolom yang memuat nomor urut dan nama calon anggota, suaranya dinyatakan sah untuk nama calon yang bersangkutan dari Partai Politik yang mencalonkan;
5.      tanda coblos pada kolom yang memuat nomor urut, tanda gambar dan nama Partai Politik, serta tanda coblos pada kolom yang memuat nomor urut dan nama calon dari Partai Politik yang bersangkutan, suaranya dinyatakan sah untuk nama calon yang bersangkutan dari Partai Politik yang mencalonkan;
6.      tanda coblos pada kolom yang memuat nomor urut, tanda gambar, dan nama Partai Politik, serta tanda coblos lebih dari 1 (satu) calon pada kolom yang memuat nomor urut dan nama calon dari Partai Politik yang sama, suaranya dinyatakan sah 1 (satu) suara untuk Partai Politik;
7.      tanda coblos lebih dari 1 (satu) calon pada kolom yang memuat nomor urut dan nama calon dari Partai Politik yang sama, suaranya dinyatakan sah 1 (satu) suara untuk Partai Politik;
8.      tanda coblos lebih dari 1 (satu) kali pada kolom yang memuat nomor urut, tanda gambar, dan nama Partai Politik, tanpa mencoblos salah satu calon pada kolom yang memuat nomor urut dan nama calon dari
9.      Partai Politik yang sama, suaranya dinyatakan sah 1 (satu) suara untuk Partai Politik;
10.  tanda coblos pada surat suara yang diblok warna abu-abu dibawah nomor urut dan nama calon terakhir, suaranya dinyatakan sah 1 (satu) suara untuk Partai Politik;
11.  tanda coblos tepat pada garis kolom yang memuat nomor urut, tanda gambar dan nama Partai Politik tanpa mencoblos salah satu calon pada kolom yang memuat nomor urut dan nama calon dari Partai Politik yang sama, suaranya dinyatakan sah 1 (satu) suara untuk Partai Politik;
12.  tanda coblos tepat pada garis kolom yang memuat 1 (satu) nomor urut dan nama calon suaranya dinyatakan sah untuk nama calon yang bersangkutan;
13.  tanda coblos tepat pada garis yang memisahkan antara nomor urut dan nama calon dengan nomor urut dan nama calon lain dari Partai Politik yang sama, sehingga tidak dapat dipastikan tanda coblos tersebut mengarah pada 1 (satu) nomor urut dan nama calon, suaranya dinyatakan sah 1 (satu) suara untuk Partai Politik;
14.  tanda coblos pada satu kolom yang memuat nomor urut tanpa nama calon disebabkan calon tersebut tidak lagi memenuhi syarat, dinyatakan sah 1 (satu) suara untuk Partai Politik;
15.  tanda coblos pada satu kolom yang memuat nomor urut dan nama calon atau tanpa nama calon yang disebabkan calon tersebut meninggal dunia/tidak lagi memenuhi syaratdan tanda coblos pada satu kolom nomor urut dan nama calon dari satu Partai politik, dinyatakan sah 1 (satu) suara untuk calon yang masih memenuhi syarat;
16.  tanda coblos lebih dari 1 (satu) kali pada kolom yang memuat nomor urut dan nama calon, dinyatakan sah 1 (satu) suara untuk calon yang bersangkutan;
17.  tanda coblos pada satu kolom yang memuat nomor dan nama calon dan tanda coblos pada kolom abu-abu, dinyatakan sah untuk 1 (satu) calon yang memenuhi syarat;
18.  tanda coblos pada kolom yang memuat nomor, nama dan gambar Partai Politik yang tidak mempunyai daftar calon, dinyatakan sah 1 (satu) suara untuk Partai Politik.

2. Pemilihan Umum Anggota DPD
2.1. Pencalonan
Untuk menjadi calon anggota DPD, peserta Pemilu dari perseorangan harus memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan :
         provinsi yang berpenduduk sampai dengan 1.000.000 (satu juta) orang harus didukung sekurang-kurangnya oleh 1.000 (seribu) orang pemilih,
         provinsi yang berpenduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) sampai dengan 5.000.000 (lima juta) orang harus didukung sekurang-kurangnya oleh 2.000 (dua ribu) orang pemilih,
         provinsi yang berpenduduk lebih dari 5.000.000 (lima juta) sampai dengan 10.000.000 (sepuluh juta) orang harus didukung sekurang-kurangnya oleh 3.000 (tiga ribu) orang pemilih,
         provinsi yang berpenduduk lebih dari 10.000.000 (sepuluh juta) sampai dengan 15.000.000 (lima belas juta) orang harus didukung sekurang- kurangnya oleh 4.000 (empat ribu) orang pemilih,
         provinsi yang berpenduduk lebih dari 15.000.000 (lima belas juta) orang harus didukung sekurang-kurangnya oleh 5.000 (lima ribu) orang pemilih, dengan catatan :
1.  tersebar sekurang-kurangnya di 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan,
2. dukungan sebagaimana dimaksud dibuktikan dengan tanda tangan atau cap jempol dan foto kopi Kartu Tanda Penduduk atau identitas lain yang sah,
3. seorang pendukung tidak diperbolehkan memberikan dukungan kepada lebih dari satu orang calon anggota DPD.


2.2. Surat Suara dan Tata Cara Pencoblosan
 Surat Suara sah untuk Anggota DPD:
1.      1 (satu) surat suara hanya dapat dihitung untuk 1 (satu) suara;
2.      Surat suara sebagaimana dimaksud pada angka 1 dinyatakan sah atau tidak sah;
3.      tanda coblos pada kolom 1 (satu) calon yang memuat nomor urut, nama calon dan foto calon anggota DPD, dinyatakan sah 1 (satu) suara untuk Calon Anggota DPD yang bersangkutan;
4.      tanda coblos lebih dari satu kali pada kolom 1 (satu) calon yang memuat nomor urut, nama alon dan foto calon anggota DPD, dinyatakan sah 1 (satu) suara untuk Calon Anggota DPD yang bersangkutan;
5.      tanda coblos tepat pada garis kolom 1 (satu) calon yang memuat nomor urut, nama calon dan foto calon anggota DPD, dinyatakan sah 1
6.      (satu) suara untuk Calon Anggota DPD yang bersangkutan.

C. PENYELENGGARA PEMILU 2014
1.  Profil Komisi Pemilihan Umum Kota kuningan
Komisioner KPU Periode 2013-2018Kota kuningan beranggotakan 5 orang, yaitu:


 Hj.HENISUSILAWATI.S.Sos.
 AGUSISMAILYA'QUB,M.Pd.I.
Divisi Logistik
 Drs.SULAEMAN
Divisi Hukum dan Hubungan Kelembagaan
 DADANHAMDANI,S.E.
Divisi Teknis Penyelenggaraan
ASEP Z FAUZI, S.Pd.I.
Divisi Sosialisasi, Informasi dan Pendidikan Pemilih

                  
















E. PELAKSANAAN PEMILU

1. Pemungutan Suara
Pemilu legislatif 9 April 2014 menjadi momentum penting bagi bangsa Indonesia untuk menentukan transisi pemerintahan secara demokratis. Oleh karena itu, penting bagi warga negara Indonesia untuk mengetahui tata cara pemberian suara di Tempat PemungutanSuara (TPS) agar suara yang Anda berikan sah dan tidak sia-sia.
Tempat pemungutan suara sudah dibuka mulai pukul 07.00 waktu setempat (selengkapnya dapat dilihat pada alur pemungutan suara). Bagi Anda yang sudah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) atau Daftar Pemilih Khusus (DPK), Anda cukup membawa fomulir C6 yang merupakan surat pemberitahuan.
Lalu bagaimana jika formulir C6 Anda hilang dan belum dilaporkan atau Anda belum menerima formulir dimaksud? Anda hanya perlu membawa KTP/Paspor atau identitas lainnya agar petugas KPPS dapat memeriksa nama Anda dalam daftar pemilih. 
Lalu bagaimana bagi Anda yang belum terdaftar di DPT atau DPK tetapi sudah memenuhi persyaratan sebagai pemilih? Anda tetap dapat memberikan hak pilih melalui Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPK-Tb).
Untuk masuk dalam DPK-Tb, pemilih cukup mendatangi  TPS sesuai dengan alamat yang terdapat di kartu identitas. Kartu identitas yang dibawa adalah KTP, kartu keluarga, passport, atau identitas kependudukan  lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan pada hari pencoblosan, kemudian menunjukkan kartu identitasnya kepada petugas PPS.
Setelah masuk dalam DPK-Tb, Anda akan mendapat giliran mencoblos pada waktu satu jam sebelum TPS ditutup atau satu jam sebelum pukul 13.00 waktu setempat. Hal ini dengan catatan apabila kertas suara pada TPS tersebut mencukupi. Jika diperkirakan kertas suara kurang, maka petugas PPS akan mengarahkan Anda untuk melakukan pencoblosan di TPS lain, yang berdekatan.
Komisi Pemilihan Umum juga memberikan fasilitas kepada pemilih difabel. Untuk pemilih difabel yang ingin memberikan suara dan membawa pendamping, pendamping dipersilahkan mengisi surat pernyataan kerahasiaan di formulir C3. Sedangkan pemilih tuna netra difasilitasi dengan pemberian alat braile khusus untuk surat suara DPD. 
Di TPS 09 Kelurahan Sekaran Kecamatan Gunungpati Kab. kuningan pemungutan suara dimulai pada pukul 07.00 WIB dan berakhir pada pukul 13.20. menurut pemantauan kami, sebagian besar pemilih belum mengerti prosedur – prosedur pemungutan suara sehingga saat proses pemungutan suara banyak warga di TPS 09 yang masih bingung dan sedikit canggung.
2.  Penghitungan Suara
          Penghitungan suara di TPS dilakukan oleh KPPS setelah pemungutan suara berakhir, dan dimulai pada pukul 13.00 waktu setempat sampai selesai. KPPS tidak dibenarkan mengadakan penghitungan suara sebelum pukul 13.00 waktu setempat.
          Akan tetapi di TPS 09 Kelurahan Sekaran Kecamatan hantara Kab. kuningan penghitungan suara dimulai pukul 14.00 karena pemungutan suara dilaksanakan sampai pukul 13.20.
a. Dalam pelaksanaan penghitungan suara di TPS, Ketua KPPS dibantu oleh Anggota KPPS, melakukan kegiatan :
1)  Menyatakan pelaksanaan pemungutan suara ditutup, danpelaksanaan penghitungan suara di TPS dimulai;
2)  Membuka kotak suara dengan disaksikan oleh semua yang hadir;
3)  Mengeluarkan surat suara dari kotak suara satu demi satu dan meletakkan di meja KPPS;
4)  Menghitung jumlah surat suara dan memberitahukan jumlah tersebut kepada yang hadir serta mencatat jumlah yang diumumkan;
5)  Membuka tiap lembar surat suara, meneliti hasil pencoblosan yang terdapat pada surat suara, dan mengumumkan kepada yang hadir perolehan suara untuk setiap pasangan calon yang dicoblos;
6)  Mencatat hasil pemeriksaan yang diumumkan sebagaimana dimaksud pada huruf e dengan menggunakan formulir hasilpenghitungan suara untuk pasangan calon (Model C2-KWK.KPU) ; dan
7)  Memutuskan apabila suara yang diumumkan berbeda dengan yang disaksikan oleh yang hadir dan/atau saksi pasangan calon.
b.    Ketua KPPS dalam meneliti dan menentukan sah dan tidak sah hasil pencoblosan pada surat suara mengacu pada ketentuan tata cara mencoblos.
c.    Pemilih yang hadir pada pelaksanaan penghitungan suara di TPS, tidak dibenarkan mengganggu proses penghitungan suara.
d.    Proses penghitungan suara di TPS dapat disaksikan oleh saksi pasangan calon, pengawas pemilu lapangan, pemantau, wartawan, dan warga masyarakat sebagai pemilih.
e.    Warga masyarakat melalui saksi pasangan calon yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan suara oleh KPPS apabila ternyata terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
f.     Apabila tidak terdapat saksi pasangan calon di TPS, keberatan warga masyarakat sebagai pemilih dapat disampaikan langsung kepada Ketua KPPS.
g.    Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi pasangan calon dapat diterima, KPPS seketika itu juga mengadakan pembetulan.
h.    Keberatan saksi pasangan calon dicatat dengan menggunakan formulir Model C3-KWK.KPU.
i.     Apabila tidak ada keberatan, baik dari saksi pasangan calon maupun warga masyarakat, atau tidak terdapat kejadian khusus yang berhubungan dengan pemungutan suara dan penghitungan di TPS, Ketua KPPS tetap mengisi formulir Model C3-KWK.KPU dengan tulisan “NIHIL”.
j.     Keberatan yang diajukan oleh atau melalui saksi pasangan calon terhadap proses penghitungan suara di TPS tidak menghalangi proses penghitungan suara di TPS.





3. Rekapitulasi Penghitungan Suara
         Rekapitulasi Penghitungan suara di TPS 09 Kelurahan Sekaran Kec. hantara Kab. Kuningan  adalah sebagai berikut :
          Di lampiran



4. Pelanggaran Pemilu
     4.1 Jenis Pelanggaran Pra Hari Pemungutan
  1. Merintangi orang menjalankan haknya dalam memilih (Pasal 260).
  2. Memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain dalam pengisian daftar pemilih (Pasal 261).
  3. Mengancam dengan kekerasan atau menggunakan kekuasaan yang ada padanya pada saat pendaftaran pemilih (Pasal 262)
  4. Petugas PPS/PLN yang dengan sengaja tidak memperbaiki daftar pemilih (Pasal 263)
  5. Anggota KPU yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu/Panwaslu dalam hal pemutakhiran data pemilih yang merugikan WNI    yang memiliki hak pilih (Pasal 264)
  6. Penyuapan (Pasal 265)
  7. Mengaku sebagai orang lain (Pasal 266)
  8. Anggota KPU yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu/Panwaslu dalam melaksanakan verifikasi partai politik calon peserta pemilu (Pasal 267)
  9. Anggota KPU yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu/Panwaslu dalam melaksanakan verifikasi partai politik calon peserta pemilu dan kelengkapan administrasi bakal calon anggota legislative (Pasal 268).
  10. Melakukan kampanye luar jadwal KPU (Pasal 269)
  11. Melanggar larangan pelaksanaan kampanye pemilu (Pasal 270)
  12. Pelaksana kampanye yang melanggar (Pasal 271)
  13. Pejabat Negara yang melanggar pelaksanaan kampanye  (Pasal 272)
  14. Pelanggaran yang dilakukan anggota PNS,TNI/POLRI  dan pernagkat desa dalam pelaksanaan kampanye (Pasal 273)
  15. Melaksanakan kampanye dengan menjanjikan atau memberikan uang dan imbalan lain (Pasal 274)
  16. Anggota KPU yang melakukan tindak pidana pemilu dalam pelaksanaan kampanye pemilu (Pasal 275)
  17. Memberi atau menerima dana kampanye yang melebihi batas yang ditentukan (Pasal 276)
  18. Menerima dana kampanye dari pihak asing atau pihak yang tidak jelas identitasnya (Pasal 277)
  19. Menghalangi dan mengganggu jalannya kampanye pemilu (Pasal 278)
  20. Pelaksana kampanye yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan pemilu (Pasal 279)
  21. Pelaksana, peserta, atau petugas kampanye yang mengganggu tahapan penyelenggaraan pemilu (Pasal 280)
  22. Memberikan laporan yang tidak jelas dalam laporan dana kampanye (Pasal 281)
  23. Mengumumkan hasil survey atau jajak pendapat dalam tenang (Pasal 282).

     4.2 Jenis Pelanggaran Pada Hari Pemungutan
a.     Melakukan kampanye luar jadwal KPU (Pasal 269)
b.    Melanggar larangan pelaksanaan kampanye pemilu (Pasal 270)
c.     Pelaksana kampanye yang melanggar (Pasal 271)
f.     Melaksanakan kampanye dengan menjanjikan atau memberikan uang dan imbalan lain (Pasal 274)
g.    Anggota KPU yang melakukan tindak pidana pemilu dalam pelaksanaan kampanye pemilu (Pasal 275)
h.    Memberi atau menerima dana kampanye yang melebihi batas yang ditentukan (Pasal 276)
i.      Menerima dana kampanye dari pihak asing atau pihak yang tidak jelas identitasnya (Pasal 277)
j.      Menghalangi dan mengganggu jalannya kampanye pemilu (Pasal 278)
k.    Pelaksana kampanye yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan pemilu (Pasal 279)
l.      Pelaksana, peserta, atau petugas kampanye yang mengganggu tahapan penyelenggaraan pemilu (Pasal 280)
m.   Memberikan laporan yang tidak jelas dalam laporan dana kampanye (Pasal 281)
n.    Mengumumkan hasil survey atau jajak pendapat dalam tenang (Pasal 282).

     4.3 Jenis Pelanggaran Pasca Hari Pemungutan
a.         Menyebabkan peserta pemilu mendapatkan tambahan atau berkurangnya perolehan suara (Pasal 288)
b.         Merusak atau menghilangkan hasil pemungutan suara yang sudah disegel (Pasal 293)
c.         Anggota KPU tidak menetapkan pemungutan suara ulang di TPS padahal dalam persyaratan untuk pemungutan suara ulang terpenuhi (Pasal 296)
d.        Menyebabkan rusak atau hilangnya berita acara pemungutan dan penghitungan suara yang sudah tersegel (Pasal 297)
e.         Mengubah berita acara hasil penghitungan suara dan/atau sertifikat hasil penghitungan suara (Pasal 298)
f.    Anggota KPU yang mengakibatkan hilang atau berubahnya berita acara hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara dan sertikat penghitungan suara (Pasal 299)
g.         Merusak, mengganggu, atau mendistorsi sistem informasi penghitungan suara hasil pemilu (Pasal 300)
h.         Ketua KPPS/KPPSLN tidak membuat dan menandatangani berita acara perolehan suara peserta pemilu (Pasal 301)
i.     KPPS/KPPSLN tidak memberikan salinan satu eksemplar berita acara pemungutan dan penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi peserta pemilu,pengawas pemilu lapangan, PPS, dan PPK (Pasal 302)
j.     KPPS/KPPSLN yang tidak menjaga, mengamankan keutuhan kotak suara dan meyerahkan kotak suara tersegel, dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPK (Pasal 303)
k.          Pengawas Pemilu lapangan (PPL) yang tidak mengawasi penyerahan kotak suara tersegel kepada PPK dan Panwaslu yang tidak mengawasi penyerahan kotak suara tersegel kepada KPU (Pasal 304)
l.      PPS yang tidak mengumumkan hasil penghitungan suara (Pasal 305)
m.       KPU tidak menetapkan perolehan hasil pemilu  secara nasional (Pasal 306)
n.          Melakukan penghitungan cepat dan mengumumkan hasil penhitungan cepat pada hari/tanggal pemungutan suara (Pasal 307).
o.         Melakukan penghitungan cepat yang tidak memberitahukan bahwa hasil penghitungan cepat bukan merupakan hasil resmi pemilu (Pasal 308)
p.         KPU yang tidak melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 309)
q.         Bawaslu/Panwaslu yang tidak menindaklanjuti temuan dan/atau laporan pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh KPU,PPK,PPS/PPLN, dan/atau KPPS/KPPSLN (Pasal 310)
r.     Penyelenggaran pemilu melakukan pelanggaran pidana pemilu (Pasal 311)




F. ANALISIS PEMILU
      
       Pemilu sudah dilaksankan pada tanggal 9 April 2014 tepatnya hari rabu. Pada pelaksanaan pemilu ini tentu berbeda dengan pelaksanaan pemilu tahun 2009. Pada tahun 2009 pemilu legislatif diikuti oleh 48 partai sedangkan pada pemilu legislatif tahun 2014 hanya diikuti oleh 15 partai yang 3 diantaranya adalah partai khusus daerah Aceh.
          Seperti pemilu tahun 2009, pada pemilu ini juga banyak masyarakat yang tidak mengikuti atau tidak memberikan hak suaranya yang sering disebut dengan GOLPUT. Ada beberapa alasan masyarakat berperilaku GOLPUT yaitu :
  • Pertama. Golput teknis, yakni mereka yang karena sebab-sebab teknis tertentu berhalangan hadir ke tempat pemungutan suara atau mereka yang keliru mencoblos sehingga suaranya dinyatakan tidak sah.
  • Kedua. Golput teknis-politis, seperti mereka yang tidak terdaftar sebagai pemilih karena kesalahan dirinya atau pihak lain (lembaga statistik, penyelenggara pemilu).
  • Ketiga. Golput politis, yakni mereka yang merasa tidak punya pilihan dari kandidat yang tersedia atau tidak percaya bahwa pemilu akan membawa perubahan dan perbaikan.
  • Keempat. Golput ideologis, yakni mereka yang tidak percaya pada mekanisme demokrasi (liberal) dan tidak mau terlibat di dalamnya entah karena alasan fundamentalisme agama atau alasan politik-ideologi lain.
Menurut pengamatan saya, masyarakat sudah jenuh mendengar berita korupsi di Indonesia sehingga masyarakat merasa kecewa dan tidak mau memberikan suaranya. Ada juga masyarakat yang memilih caleg karena mendapat uang dari caleg tersebut. Hal ini tentu melanggar peraturan karena money politik dilarang oleh Undang – Undang.
          Saat penerimaan daftar caleg sekarang ini, seharusnya menjadi saat menutup celah bagi para bedebah. Saat diketahui adanya partai yang tidak sepenuhnya memenuhi syarat keterwakilan perempuan, adanya caleg yang tidak menyertakan seluruh persyaratan, adanya daftar caleg ganda seperti dilansir Formappi, adanya caleg yang terkait masalah hukum, dan kasus lain merupakan saat di mana seharusnya KPU menunjukkan keutamaan.
Saat ini juga merupakan saat bagi KPU mengeluarkan aturan kampanye yang menjamin keadilan, saat bagi KPU memutakhirkan daftar pemilih, dan saat dimulainya penegakan aturan, termasuk aturan yang melarang pejabat menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pemenangan pemilu sehingga para bedebah akan tercegah.
Tulisan ini adalah peringatan dini, jangan sampai bangsa ini dua kali terperosok pada kondisi pemilu anarkistis. Kuncinya ada pada langkah dan kebijakan penyelenggara pemilu, terutama KPU. Saat-saat digelarnya sejumlah tahapan pemilu, jangan sampai menjadi saat karpet merah bagi para bedebah
          Masyarakat juga bingung karena sangat sulit mencari partai politik yang bersih. Sejumlah kasus dugaan suap dan korupsi yang melibatkan hampir semua parpol di negeri ini tidak hanya benar-benar mengecewakan publik, tetapi juga menimbulkan pertanyaan, masih adakah parpol yang bersih dan layak dipilih? Jika tidak, masih perlukah Pemilu 2014 digelar?
Pertanyaan ekstrim di atas wajar-wajar saja muncul jika dua parpol yang selama ini terdepan menepuk dada sebagai partai bersih, Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera, ternyata dirundung dugaan skandal suap dan korupsi. Belum reda keterkejutan kita atas nasib sejumlah pimpinan teras Demokrat yang ditetapkan sebagai tersangka kasus Hambalang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, tiba-tiba publik dikagetkan oleh penangkapan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq.
Seperti ramai diwartakan, Luthfi dijadikan tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan suap impor daging sapi yang otoritasnya berada di tangan Menteri Pertanian Suswono, kader PKS lainnya. Skandal suap dan korupsi impor daging sapi semakin ramai bukan hanya lantaran tersangka Ahmad Fathanah, sahabat sekaligus “broker” Luthfi dengan otoritas Kementerian Pertanian, diduga mengalirkan rezeki haram ke sejumlah perempuan sosialita, tetapi juga turut menyeret PKS.
Sebagai parpol yang mengusung semboyan “bersih dan peduli”, skandal suap daging sapi yang menyeret Luthfi jelas mencoreng citra bersih PKS. Terlepas dari soal bahwa skandal ini hanya melibatkan Luthfi secara personal, namun jelas mustahil bagi Luthfi mempunyai akses untuk memperoleh kuota impor daging sapi dari Menteri Pertanian jika dia bukan dalam posisi sebagai pemimpin tertinggi PKS. Dengan kata lain, citra buruk partai adalah risiko yang harus diterima setiap parpol jika petinggi parpol yang bersangkutan tersangkut kasus hukum.
Nila Setitik Kasus Demokrat dan PKS semakin membuka mata kita betapa sulitnya menemukan parpol yang benar-benar bersih dari skandal korupsi di negeri ini. Ironisnya, kasus suap dan korupsi tidak hanya dilakukan para politisi parpol berlatar belakang sekuler-nasionalis, melainkan juga partai-partai agama dan berbasis agama. Dari segi posisi terhadap kekuasaan, politisi korup bukan hanya berasal dari parpol koalisi, tetapi juga dari oposisi. Sementara dari segi klaim subyektif, hampir tidak ada perbedaan antara parpol yang mengusung haluan sebagai parpol bersih, dan parpol yang sejak awal memang tidak berani gegabah menepuk dada seperti itu.
Oleh karena itu tidak mengherankan jika jika tingkat kepercayaan publik terhadap parpol-parpol kita cenderung terus merosot dari waktu ke waktu. Di luar musim pemilu (dan juga pemilihan kepala daerah), publik hanya disuguhi perilaku korup para politisi parpol yang ironisnya tidak kunjung berkurang kendati intensitas pemberantasan korupsi oleh KPK, kepolisian, dan kejaksaan juga cukup meningkat. Sudah tentu tidak semua politisi berperilaku demikian, namun ibarat kata pepatah, “(karena) nila setitik maka rusaklah susu sebelanga”.
Barangkali inilah problem besar bangsa kita di balik eforia parpol dan politisi menyongsong Pemilu 2014. Pemilu adalah momentum bagi publik untuk “menghukum” parpol dan politisi yang tidak bertanggung jawab. Namun jika perilaku oportunistik dan koruptif parpol dan politisi tidak berkurang, dan sebagian besar anggota parlemen diajukan kembali sebagai calon anggota legislatif dalam pemilu mendatang, lalu siapa lagi yang harus dipilih?
Standar Etika Fakta bahwa tidak ada perbedaan mendasar antara parpol nasionalis-sekuler dan partai agama (Islam) dalam soal korupsi benar-benar mencengangkan publik. Realitas ini membongkar asumsi umum yang berlaku, seolah-olah partai Islam dan berbasis Islam memiliki standar moralitas lebih baik atau lebih “tinggi” dibandingkan partai nasionalis-sekuler. Berbagai kasus suap dan korupsi yang melibatkan hampir semua parpol selama ini justru memperlihatkan, parpol atas nama apa pun di negeri ini tidak memiliki standar etika yang jelas dan bisa dipertanggungjawabkan.
Konsekuensi logis dari kenyataan tersebut adalah berlangsungnya perebutan kue kesempatan untuk melakukan tindak pidana korupsi oleh para politisi hampir tanpa kecuali. Belum begitu jelas bagi kita, berapa besar bagian atau persentase yang diterima parpol dari dana-dana haram hasil suap dan korupsi ini, berapa pula yang masuk ke kantong pribadi. Yang jelas adalah, parpol dan para politisi busuk yang melakukannya saling melindungi selama tindak pidana korupsi itu tidak tercium oleh KPK dan aparat penegak hukum lainnya.
Akan tetapi begitu skandal korupsi terungkap, para petinggi parpol secara berapi-api membela parpol mereka, seolah-olah partai secara institusi tidak terkait, seakan-akan korupsi bisa berlangsung tanpa fasilitas, dukungan, infrastruktur, dan kedudukan strategis sebagai pengurus parpol. Juga, seakan-akan parpol bisa membiayai diri tanpa dana-dana haram yang dicuri dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan anggaran daerah (APBD).
Itulah sekilas potret buruk parpol dan politisi kita menjelang Pemilu 2014, yakni parpol-parpol dan para politisi yang hanya siap berkuasa namun tidak siap bertanggung jawab, apalagi berkorban bagi bangsa dan negaranya. Mereka menebar pesona dan menabur janji-janji surga demi dukungan dan mandat politik melalui pemilu, namun kemudian mencampakkan nasib rakyat dan bangsanya hanya sebagai alas kaki syahwat kekuasaan.
Barangkali disinilah urgensi reformasi perundangan-undangan pemilu dan keparlemenan kita ke depan, yakni bagaimana melembagakan mekanisme akuntabilitas yang lebih langsung antara para wakil dan konstituennya. Salah satu instrumen yang diperlukan adalah adanya mekanisme institusional bagi publik untuk menggugat para wakil yang korup dan tidak bertanggung jawab tanpa harus menunggu pemilu berikutnya. Kalau tidak, maka pemilu pada akhirnya hanya menjadi “pesta” bagi parpol dan politisi, sementara rakyat kita mencuci piringnya.





G. PENUTUP
1.      Kesimpulan
Dari laporan dan pengamatan yang saya lakukan di TPS 09  Kec. hantara Kota kuningan dapat kami ambil kesimpulan sebagai berikut :
a)         Terjadi banyak pelanggaran oleh partai politik baik saat kampanye, sebelum hari pemungutan maupun pasca pemungutan suara
b)        Ada beberapa alasan masyarakat memilih golput yaitu golput teknis, golput teknis – politis, golput politis, dan golput ideologis
c)         Masyarakat sudah bosan dengan janji – janji yang diberikan oleh caleg – caleg sehingga masyarakat lebih memilih untuk bekerja daripada harus memilih datang ke TPS terdekat.
d)        Banyak caleg dan parpol yang menggunakan money politik dengan membagi – bagikan uang kepada warga agar memilih partai tersebut dan hal ini sudah Peraturan yang berlaku
2.      Rekomendasi
2.1  Rekomendasi Untuk Penyelenggara Pemilu
a)     Surat suara agar sampai di TPS tepat waktu tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat agar memperkecil pelanggaran
c)     Menekan angka golput seminimal mungkin
2.2  Rekomendasi Untuk Pengawas Pemilu
a)        Pengawas sebaiknya lebih teliti dan lebih tegas terhadap pelanggar ketentuan pemilu sehingga tidak ada lagi yang melanggar UU pemilu dan pemilu dapat berjalan secara lancer dan terkendali
b)         Tidak menerima suap karena banyak panwas yang menerima suap dari caleg atau parpol untuk menggembungkan suara
c)        Bekerja dengan penuh tanggungjawab
2.3  Rekomendasi untuk Peserta Pemilu
a)        Sesibuk – sibuknya pemilih, diharapkan tetap memberikan suaranya dan tidak golput
b)        Diharapkan bagi semua pemilih agar tidak memilih caleg – caleg yang membagi – bagikan uang karena disamping sudah melanggar peraturan, money politik juga berpotensi sebagai alasan korupsi bagi para caleg.
c)        Diharapkan bagi pemilih yang tempat tinggalnya dekat dengan TPS agar ikut mengawasi jalannya pemungutan suara dan penghitungan suara agar tidak terjadi pelanggran
d)       Jadilah pemilih yang cerdas